Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong (kedua kiri) didampingi mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (ketiga kiri) usai sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/7/2025). Majelis hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Tom Lembong. (Foto: Antara Foto/Bayu Pratama S)
Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong (kedua kiri) didampingi mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (ketiga kiri) usai sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/7/2025). Majelis hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Tom Lembong. (Foto: Antara Foto/Bayu Pratama S)

Pakar Hukum: Vonis Tom Lembong Cerminkan Peradilan Sesat Bernuansa Politik

Seorang pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, mengkritisi vonis yang dijatuhkan kepada eks Menteri Perdagangan Thomas “Tom” Lembong dalam kasus dugaan korupsi izin impor gula. Ia menyebut putusan tersebut sebagai bentuk peradilan sesat yang berpotensi bermuatan politik.

Tom Lembong divonis hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 18 Juli 2025.

Meski secara formal putusan itu telah memenuhi unsur-unsur hukum pidana, Hudi menilai substansinya menyimpang dari prinsip keadilan. Ia mempertanyakan mengapa hanya Tom yang dipidana, sementara pihak pemberi perintah atau “majikan” dalam kasus ini tidak ikut diseret ke meja hijau.

Baca juga : Tom Lembong Sebut Perintah Jokowi dalam Kasus Impor Gula, Pengadilan Memanas

“Kalau hanya pelaksana yang dihukum sementara aktor utamanya lolos, ini bukan penegakan hukum yang adil. Ini kriminalisasi,” ujar Hudi.

Vonis terhadap Tom Lembong dinilai lebih sebagai langkah untuk mengorbankan pihak yang berperan kecil dalam struktur pengambilan keputusan. Ia menyatakan bahwa ada kemungkinan proses hukum ini digunakan untuk kepentingan politik tertentu.

Menurutnya, langkah banding ke Pengadilan Tinggi bahkan Mahkamah Agung sangat penting dilakukan guna mengoreksi arah keadilan. Hudi berharap agar sistem peradilan tidak menjadi alat kekuasaan yang justru menarget individu-individu tertentu untuk kepentingan non-hukum.

Vonis Tom Lembong pun memantik sorotan publik luas, mengingat ia dikenal sebagai salah satu tokoh reformis dan profesional yang sebelumnya dipercaya oleh Presiden Jokowi dalam kabinetnya.


Discover more from Sumbu Informasi

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Show 1 Comment

1 Comment

Leave a Reply